“Aku mencintaimu”. Ujar pria muda itu pada sosok di hadapannya. Namun sosok itu tak berkata apa-apa. Dia hanya tersenyum dan menampilkan lesung pipit manisnya yang telah memabukkan pria muda itu.
“Dulu…. Aku pikir, kehadiranmu akan sangat mengganggu. Menghambat karirku. Memperlambatku menggapai semua mimpiku.” Ucap pria muda itu dengan nada agak pelan.
“Aku belum siap saat itu. Jujur. Aku hanya dapat pasrah saja dengan kehadiranmu. Aku tak bisa berkata tidak saat itu.” Lanjut pria itu yang kemudian mengambil sebatang rokok dari kantong bajunya namun diurungkan untuk dinyalakan.
“Maaf” ujarnya. “Aku tak seharusnya merokok di hadapanmu.”
Akhirnya pria itu memasukkan kembali rokok itu dan beralih mengambil secangkir kopi yang tersaji di depannya. Dia menyesap kopi hitam itu dengan pelan.
“Kalau dulu aku menolakmu, mungkin aku tak pernah akan sebahagia ini.” Ujarnya setelah meletakkan kembali cangkir kopi itu.
“Mungkin bahkan aku akan jauh lebih sengsara dari sebelumnya.” Lanjutnya, “mungkin aku takkan dapat hidup dengan tenang.”
“Tapi ternyata… Kehadiranmu memberikan keindahan dalam hidupku. Dan aku sangat bersyukur kamu hadir dalam hidupku. Aku bahagia.”
“Karena kehadiranmu itu, aku mengerti tanggung jawab sebenarnya. Aku memahami cinta setulusnya. Aku mengerti rindu menusuk tulang. Aku hanya ingin bersamamu selalu.”
“Sayang… Kaulah segalanya untukku.” Ucapnya. “After my wife of course.“
“Thank you Sania… Kau anugrah terindah dalam hidupku, anakku.”
ternyata cinta itu indah. untung saja pria muda cepat memutuskan
cinta memang indah mba.
hanya manusianya yang membuat rumit. hehehe
She’s your breath, mas Ryan…
– paling suka postingan ttg keluarga 🙂 –
family man ya mas.