“Hentikan!!!! Jangan kau lakukan itu padanya!” teriak Yuni memecah keheningan malam itu. Sosok muda itu segera melepaskan diri dari cengkraman Galang yang agak lengah karena teriakan Yuni barusan.
Galang dengan tubuh penuh tato itu tidak menghiraukannya. Dia hanya menoleh sekilas dan kemudian melanjutkan aksinya yang sempat terhenti tadi. Dia kini sibuk membuka sabuk celananya dan menatap sosok muda di hadapannya itu.
“Kita kan bersenang-senang malam ini.” Suara Galang yang agak serak itu membuat sosok di hadapannya itu merapatkan dirinya kembali ke tembok.
“Mba, tidak bisakah kita pergi dari sini? Mas Galang itu membuatku takut. Kita pergi ke Bandung, berdua, saya akan menjaga Mba di sana. Kita bisa memulai hidup kita dengan lebih baik lagi.”
Yuni terdiam.
“Tidak bisa. Saya berhutang banyak pada Mas Galang. Dia pasti akan mencari. Ke manapun saya. Kalau mau, kamu saja yang pergi.”
“Gak Mba. Saya gak akan pergi kalau Mba gak ikut sama saya. Kita ini kan keluarga, dan keluarga saling menjaga.”
Pembicaraan mereka terhenti karena terdengar suara bantingan pintu. Yuni segera berlari meninggalkan kamar menuju ruang tengah yang dibatasi dengan triplek itu. Galang ternyata sudah pulang dan seperti biasa dalam kondisi mabuk.
“Ayolah… gue lagi pengen nih. Lo puasin gue malam ini.” Galang mendekati sosok muda yang baru saja kembali dari toilet di belakang gubuk kecil itu. Dia menarik sosok muda itu dengan kasar dan memeluknya serta berusaha menciumnya dengan beringas. Nafasnya masih menyebarkan bau alkohol murahan yang dibelinya di terminal.
Sosok muda itu berusaha mengelak dan melepaskan pelukan Galang.
“Mas, jangan mas. Mas itu suaminya mbakku. Eling mas, eling”
“Ah.. gak usah lo pikirkan dia. Gue mau lo malam ini.”
Galang menarik sosok muda itu hingga kembali dalam pelukannya. Dengan lebih beringas, dia merobek pakaian yang masih melekat pada sosok muda yang masih berusaha meronta melepaskan diri.
“Hentikan!!!!” Yuni kembali berteriak dan kali ini diikuti dengan hujaman pisau tepat di punggung Galang.
Galang mengerang kesakitan akibat tusukan itu.
“Jangan ganggu dia. Kau boleh melakukan apa saja kepadaku tapi jangan ke Dimas, mas.” Kembali dia menghujamkan pisau ke punggung Galang seperti orang gila.
“Jangan Dimas…” Nafas Yuni terengah-engah, “Jangan ganggu anakku, cintaku!”